Sepasang burung terbang rendah, menggapai pucuk dahan yang rimbun. Hijaunya membentuk suatu permadani kecil yang indah. Bertengger sekejap untuk selanjutnya mengepakkan kedua sayapnya perlahan. Riang nampaknya, sehingga sampai pada gelombang-gelombang yang memerahkan cakrawala. Padanya terbentuk guratan Ilahi, permai dan bersahaja. Anggun kenampakannya menimbulkan hasrat untuk memiliki keduanya. Berlarian dibawahnya anak-anak kecil, bersorak memanggil, meneriaki, entah apa yang difikirkan oleh mereka. Iring mengiringi, satu di depannya memunggungi teman di belakangnya. Pemandangan alamiah yang naluriah dan wajar adanya bagi sekelompok anak keci di masanya.
Tiada yang ganjil, karena sebentuk fragmen tersebut merupakan bagian kecil dari kawasan luas yang penuh dengan kemegahan zaman. Aku menyaksikan ini karena menjadi saksi bagi keberadaannya. Kawasan hijau permai yang merupakan sebagian wilayah peristirahatan bagi pendahulu-pendahulu kita yang sebagian besar telah merasakan dunia sebelum kita. Nyaman dan sungguh asri memang, untuk ukuran kemegahan kota metropolitan.
Dalam lamunku, bisa kubayangkan jauhnya kota kecilku di sana, mereka memilki yang aku lihat sekarang ini. Membangkitkan keinginan untuk kembali merengkuh orang-orang yang berlalu dalam hidup, merindukan . Perasaan harafiah manusia, yang secara tersirat ataupun tersurat kita mampu mengungkapkannya. Sama seperti yang aku lakukan sekarang.
Apakah kita merindu? …