Saat ini dimulai pada waktu itu. Kebiasaanku menjelajah hal yang menarik hati dan pikiranku membuatku tergerak pada minggu sore gabut dan hangat di kamarku. Entah mengapa ada perasaan aneh saat aku mulai menggerakan jemari menuju barisan huruf yang dimulai dengan "D". Lantas sejenak berlalu, dan aku sudah menghadapi kolom isian formulir yang kelak mengantarkanku pada hari ini. Yaa, hari ini resmi sudah aku menjadi peserta kursus bahasa Belanda yang diselenggarakan oleh salah satu pusat kebudayaan belanda di Jakarta. Pikiranku menerawang ke dua tahun lampau, saat aku menjelajah Nijmegen demi melintasi perbatasan Belanda dan Jerman. Kami berempat berjalan bersama, menyusuri jalan berbatu khas Eropa, yang telah ada berabad-abad lamanya. Tujuan kami saat itu, hanya ingin menemukan jembatan yang menjadi saksi perbatasan Belanda-Jerman. Jalanan lengang yang sedikit berbukit dengan ratusan pemukiman yang berderet rapi, kami susuri penuh sukacita beriringan bersama. Nampak oleh kami, seorang paruh baya menuntun sepedanya sembari mengangsurkan surat-surat di kotak yang ada di pintu rumah-rumah penduduk. Dia berhenti dan mengamati kami, lantas segera bertanya, apakah kami Indonesia? Aku menjawab, ya kami dari Indonesia. Dia tersenyum, sejurus kemudian mempertanyakan, "pasti kami mahir berbahasa Belanda, bukan?". Keempat dari kami menggeleng perlahan. Opa itu tersenyum lalu. Tapi pernyataan darinya membuatku berfikir dalam hati, sejauh apa kita dibekali Belanda selama ini? Sampai Bahasanya saja kami tidak mengerti? 350 tahun lamanya mereka berada di nusantara. Banyak peninggalan sejarah, hukum dan verba yang teradopsi menjalari kehidupan kita hari-hari. Tapi, mengapa kita masih tidak bisa mengerti bahasa mereka? Pikiran itu kembali ke masa kini, saat aku menekan tombol submit. Tekadku telah bulat, aku ingin mengenal bahasa mereka, aku ingin terbuai dalam lamunan senja saat noni-noni tertawa gembira menyanyi dan berdansa. Aku ingin menjadi bagian dari masa lampau, yang sekejap ku kenang sebagai pahit dan misteri. Setidaknya bagiku, saat aku tahu mengapa mereka begitu menggilai Indonesia, negeriku yang kaya raya rupa dan alamnya... 😊
Selasa, 25 April 2017
Rabu, 05 April 2017
Breaking through
Beberapa bulan terakhir ini, aku merasa belum menemukan media dan kesempatan yang sangat cocok untuk menuangkan kegelisahan dan kegundahan perasaan serta uneg-uneg. Setiap kutipan yang terngiang, atau sekelebat pikiran yang melintas tidak dapat tercurahkan secara gamblang dan tegas, sampai pada akhirnya aku mampir ke blog ini lagi. Secara psikologis, aku terbiasa menjadi introverted dan makin aku sadari seiring dengan pertumbuhan dan kedewasaan hidup. Menemukan hal-hal baru dan terbiasa untuk mengamati, kemudian menikmati kebebasan mengelana di alam pikiran sendiri. Barisan telaah atas apa yang terjadi dalam hidup menjadikanku pribadi yang semakin matang. Termasuk diantaranya adalah pengaturan suasana hati.
Kita menjadi terbiasa tatkala hal-hal sederhana dalam hidup dikerjakan perlahan. Memaklumi hal yang dulu kita hindari dan seringkali mencoba melakukan sesuatu diluar kendali dan nalar kita. Sampai pada akhirnya, titik mawas itu kembali hadir. Mempertanyakan ribuan pertanyaan praktis yang seringkali terabaikan. Lantas, mau dibawa pertanyaan-pertanyaan itu? Apakah hanya akan tersimpan rapat dengan gembok tertutup dan tanpa kunci untuk membuka? Persimpangan jalan ini sudah sekian lama terbentang, dan hingga kini masih menunggu untuk terlewati. Lebih dari apapun, kapan dan bagaimana itu bisa terjadi, entahlah, biar waktu yang menyelesaikannya... PASTI...